Oleh:
WEDISON RIDWAN SIAGIAN, S.Pd.
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Pendidikan Biologi
Universitas Mulawarman Angkatan 2015
Terlepas dari pro dan kontra kurikulum K13 dapat dipastikan mulai tahun ajaran depan pemerintah sudah mewajibkan untuk memberlakukannya secara serentak dari tingkat SD, SMP hingga SMA. Salah satu hal yang menarik dari kurikulum ini adalah diwajibkannya pendekatan saintifik pada proses pembelajarannya. Oleh karena itu keberadaan laboratorium IPA di sekolah sangat penting.
Adapun peranan laboratorium sekolah antara lain :
- Laboratorium sekolah sebagai tempat untuk melatih keterampilan peserta didik.
- Laboratorium sekolah sebagai tempat menanamkan sikap untuk menemukan suatu masalah dan sikap teliti.
- Laboratorium sekolah sebagai tempat yang memotivasi semangat peserta didik untuk memperdalam pengertian dari suatu fakta yang diselidiki atau diamatinya.
- Laboratorium sekolah berfungsi pula sebagai tempat untuk melatih peserta didik bersikap ilmiah yaitu ; cermat, sabar, dan jujur serta berpikir kritis dan cekatan.
- Laboratorium sebagai tempat bagi para peserta didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya .
Tidak bisa dipungkiri keberadaan laboratorium IPA di sekolah terkadang berubah fungsi menjadi ruang kelas, alasannya tidak tersedianya ruang belajar karena jumlah siswa yang banyak sehingga ruang belajar yang ada tidak bisa mencukupi. Selain itu masih ada pengelolaan laboratorium yang kurang sungguh – sungguh mulai dari saat perencanaan, pembangunan sampai pada pemakaianya, Sebagai contoh masih ada laboratorium yang ukuran dan tata letak yang belum standar serta tidak adanya instalasi airnya.
Selain tentang gedung laboratorium manajemen pengelolaan laboratorium juga harus mendapat perhatian khusus. Pengelolaan laboratorium tentunya tidak bisa diserahkan kepada guru pengampuh mata pelajaran saja, Jika guru yang mengampuh mata pelajaran dia juga membimbing praktikum kemudian dibebani dengan tugas mengelola laboratorium hal ini sangat memberatkan, karena guru tidak cukup waktu untuk menyiapkan dan membereskan alat sebelum dan setelah praktikum kemudian ia harus mengajar di kelas lainnya, hal ini membuat proses praktikum menjadi tidak merangsang peserta didik untuk mendalami pelajaran tersebut, sehingga pemanfaatan laboratorium IPA kurang maksimal. Oleh karena itu keberadaan tenaga laboratorium sangat penting untuk mengoptimalisasikan pemanfaat laboratorium itu sendiri. Berdasarkan Permendiknas no 26 tahun 2008, tenaga laboratorium meliputi : kepala laboratorium, teknisi laboratorium, dan laboran sekolah. Hal ini berarti sekolah dimungkinkan untuk memiliki tenaga laboratorium sekolah. Sayangnya masih sedikit sekolah yang memiliki tenaga laboratorium.
Hal tentang kelengkapan alat dan bahan pada laboratorium IPA sekolah sangat penting. Dalam proses belajar mengajar di dalam laboratorium diperlukan berbagai peralatan yang memadai untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini alat praktikum mempunyai peranan yang sangat penting bahkan dapat menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan proses belajar mengajar.
Untuk mengatasi keterbatasan alat sebagian guru dengan kreativitasnya membuatnya sendiri. Alat – alat yang mudah dibuat dinamakan alat praktikum sederhana karena dapat buat dari bahan murah dan mudah didapat dari lingkungan sekitar Penggunaan dan pembuatan alat sederhana dapat merangsang kreativitas peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya berinovasi, Begitu pula dengan bahan bahan praktikum ada yang kita dapat jumpai dengan mudah di sekitar kita namun ada juga yang tidak.
Pendekatan saintifik yang diwajibkan dalam kurikulum K13 meliputi lima pengalaman belajar yaitu;
- Observing (mengamati).
- Questioning (menanya)
- Experimenting (mengumpulkan informasi/mencoba),
- Associating (menalar)
- communicating (mengkomunikasikan).
Oleh karena itu keberadaan laboratorium IPA di sekolah yang layak dan pengelolaan yang baik merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam proses pembelajaran, Praktikum yang dilakukan di laboratorium IPA tidak hanya sekedar kegiatan manual dengan atau tanpa alat saja, melainkan melatih peserta didik untuk memiliki keterampilan proses ilmiah dan pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses perolehan pengetahuan.